TASIKMALAYA MA - Ketegangan antara Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Tasikmalaya dan jajaran Pemerintah Daerah kian memuncak. Setelah audiensi yang dijadwalkan pada 12 September 2025 lalu berujung pada aksi walk out oleh PWRI, kini sorotan tajam tertuju pada Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya yang dinilai enggan merespons desakan media untuk segera menjadwalkan ulang pertemuan tersebut.
Sebelumnya awak media ini melakukan konfirmasi terhadap Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Tasikmalaya Andi Supriyadi melalui pesan singkat whatsapp miliknya pada Kamis, (18/9/2025) untuk mempertanyakan apakah sudah komunikasi bersama pihak Sekretariat Daerah kapan pihaknya akan menjadwalkan ulang audiensi, namun Andi hanya menjawab jika yang komunikasi dengan pihak Sekretariat Daerah adalah Ketua DPRD dan dirinya tidak mau melangkahi pimpinannya.
"Pak ketua DPRD yang komunikasi pak, saya nggak enak melangkahi", ungkapnya.
Sementara dihari yang sama, Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya Budi Ahdiat saat dikonfirmasi melalui pesan singkat whatsapp dan berulangkali dihubungi melalui telpon whatsapp miliknya tidak pernah menjawab. Sebelumnya berita ini diterbitkan, awak media berusaha melakukan komunikasi kembali dengan Ketua DPRD Kabupaten Tasikmalaya Budi Ahdiat melalui pesan whatsapp miliknya, Budi menjawab, jika pihaknya akan ada rapat dengan Sekda hari ini, Jum'at, (19/9/2025). "Sekarang ada rapat dengan mereka," jawabnya melalui pesan singkat whatsapp. Namun sampai berita ini diterbitkan, Budi belum memberikan informasi kembali
PWRI menyayangkan sikap Ketua DPRD yang terkesan bungkam, padahal isu yang diangkat menyangkut transparansi anggaran belanja Sekretariat Daerah yang nilainya mencapai puluhan miliar rupiah. Ketidakhadiran pejabat kunci seperti Sekretaris Daerah, para Asisten Daerah (Asda), para Kepala Bagian, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Pendapatan Daerah (BPKPD), serta Inspektur Daerah dalam audiensi sebelumnya dinilai sebagai bentuk pengabaian terhadap prinsip akuntabilitas publik.
PWRI menuntut penjadwalan ulang audiensi dengan kehadiran penuh para pejabat terkait untuk membahas secara terbuka rincian post anggaran belanja Sekretariat Daerah yang dinilai janggal dan berpotensi menimbulkan kerugian negara. Berdasarkan data yang dihimpun PWRI, anggaran tahun 2024 mencapai Rp 44,4 miliar lebih, terdiri dari:
1. Penyedia: 224 post anggaran dan kegiatan senilai Rp 36,6 miliar lebih
2. Swakelola: 47 post anggaran dan kegiatan senilai Rp 7,8 miliar lebih
Sedangkan untuk tahun 2025, total anggaran belanja tercatat sebesar Rp 34,6 miliar, dengan rincian:
1. Swakelola: 190 post anggaran dan kegiatan senilai Rp 27 miliar lebih
2. Swakelola: 122 post anggaran dan kegiatan senilai Rp 7,7 miliar lebih
Total dua tahun anggaran tersebut menyentuh angka Rp 79 miliar lebih, yang menurut PWRI penuh dengan kejanggalan, tumpang tindih kegiatan, dan indikasi mark up anggaran. Beberapa kegiatan bahkan tercatat memiliki nomenklatur serupa namun dengan nilai anggaran berbeda, memunculkan dugaan adanya pengulangan belanja yang tidak efisien.
Ketua DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya, Chandra F. Simatupang, menyatakan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam. “Kami tidak hanya bicara soal angka, tapi soal integritas dan tanggung jawab publik. Ketika pejabat memilih untuk tidak hadir dan Ketua DPRD bungkam, itu mencerminkan lemahnya komitmen terhadap keterbukaan informasi,” tegasnya.
PWRI juga menyoroti pentingnya peran DPRD sebagai lembaga pengawas anggaran. Menurut Chandra, jika DPRD tidak segera mengambil langkah konkret, maka kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif akan semakin tergerus.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi dari Ketua DPRD maupun Sekretariat DPRD Kabupaten Tasikmalaya terkait penjadwalan ulang audiensi. PWRI mengancam akan menggelar aksi lanjutan, termasuk pelaporan ke lembaga pengawas eksternal seperti BPK dan KPK, jika tuntutan transparansi tidak segera ditindaklanjuti.
PWRI juga mendorong agar publik turut mengawasi proses penganggaran dan pelaksanaan kegiatan di lingkungan Sekretariat Daerah. Mereka menilai partisipasi masyarakat dan media adalah kunci untuk mencegah praktik korupsi dan penyalahgunaan anggaran.
(Tim PWRI)
Yusrizal