Metroaktual news com
Sebanyak 25 sekolah dasar di Kecamatan Wado, Kabupaten Sumedang, larut dalam riuh semangat menjaga jati diri budaya melalui Festival Tunas Bahasa Ibu (FTBI). Festival ini bukan sekadar perlombaan, melainkan sebuah panggung yang menyalakan kembali obor kecintaan pada bahasa dan sastra Sunda di tengah derasnya arus globalisasi.
Tercatat ada tujuh cabang lomba yang dipertandingkan, yakni Ngadongeng, Biantara Maca, Ngarang, Sajak, Carpon, Nulis Jeung Maca, serta Borangan Nembang. Setiap kategori menjadi ladang ekspresi bagi tunas-tunas muda untuk menumbuhkan rasa bangga terhadap bahasa ibu, sekaligus ruang penggemblengan talenta sejak dini.
Dari panggung penuh talenta itu, SD Wado tampil sebagai juara umum, menorehkan tinta emas dalam sejarah sekolahnya. Sorak sorai pun membuncah, seolah mengiringi rasa syukur keluarga besar SD Wado yang tak henti mengekspresikan kebanggaannya.
Kepala SD Wado, Madjid Ibrahim, S.Pd, mengaku pencapaian anak didiknya bukanlah hasil instan. “Prestasi ini berkat kerja keras para guru pembimbing yang tak pernah lelah mengarahkan anak-anak untuk berlatih dengan tekun. Tentu ada faktor lain, yakni bakat luar biasa yang dimiliki anak-anak kami,” ujarnya dengan mata berbinar.
Madjid menegaskan, kemenangan ini tidak boleh berhenti di tingkat kecamatan. Ia berharap prestasi membanggakan ini bisa menjadi batu loncatan agar SD Wado bisa berkiprah lebih tinggi, mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional.
“Tak ada yang mustahil bila anak-anak terus mengasah kemampuannya dan lebih keras belajar serta berlatih,” tambahnya penuh optimisme.
Keberhasilan ini juga tak lepas dari peran para guru pembimbing yang senantiasa mendampingi dan mengasah potensi siswa, yakni:
1. Dini Reka Kintamani, S.Pd.
2. Leni Herlina R.R, S.Pd.
3. Dewi Yuliani, S.Pd.
4. Dika Esa Putra, S.Pd.
5. Jaja Jatnika, S.Pd.
Sementara itu, Ketua Panitia FTBI, Sunarsih, menuturkan bahwa festival ini lahir dari kegelisahan: kian sedikit generasi muda yang akrab dengan bahasa ibu, khususnya Sunda.
“Maka perlu sarana dan media untuk memantik kembali minat generasi muda terhadap bahasa dan sastra Sunda,” ungkapnya.
Menurut Sunarsih, FTBI bukan hanya ajang kompetisi, melainkan strategi kultural, ruang aktualisasi diri sekaligus benteng pertahanan bahasa Sunda dari ancaman keterpinggiran.
“Festival ini bertujuan untuk menguri-uri, melestarikan, dan mengembangkan Bahasa Sunda di kalangan generasi muda, khususnya siswa SD,” jelasnya.
Semangat itu selaras dengan slogan Balai Bahasa Provinsi Jawa Barat: “Utamakan Bahasa Indonesia, Lestarikan Bahasa Daerah, Kuasai Bahasa Asing.”
Di balik tepuk tangan yang bergemuruh dan lantunan suara anak-anak yang beradu nembang, terselip harapan besar: agar bahasa Sunda tetap hidup, berdenyut, dan diwariskan sebagai identitas kultural yang tak lekang oleh zaman.
( Edy ms).