Liar Tak Berizin! Pembangunan Tower Milik PT Gihon di Segel Satpol-PP, PWRI Desak Pemkab Tasikmalaya Tidak Tutup Mata!!!

Agus Sulanto
0


TASIKMALAYA MA - Polemik pembangunan menara telekomunikasi ilegal kembali mencuat di Kabupaten Tasikmalaya. Sejumlah menara milik PT Gihon Telekomunikasi Indonesia yang berdiri tanpa izin resmi, termasuk Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), disegel oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol-PP). Spanduk pemberhentian sementara terpasang di berbagai lokasi sejak Sabtu (20/12/2025), menandai langkah tegas pemerintah daerah terhadap pembangunan yang dinilai melanggar aturan.

Penyegelan dilakukan di sembilan titik pembangunan menara, di antaranya:

1. Kampung Bojong, Desa Cikusal, Kecamatan Tanjungjaya

2. Kampung Cikawung, Desa Tanjungjaya, Kecamatan Tanjungjaya

3. Kampung Jalananyat, Desa Sukasenang, Kecamatan Tanjungjaya

4. Kampung Kadugede, Desa Sirnaputra, Kecamatan Cigalontang

5. Kampung Babakan, Desa Tanjungkarang, Kecamatan Cigalontang

6. Kampung Cibereum, Desa Nanggerang, Kecamatan Cigalontang

7. Kampung Gurawilan, Desa Cigadog, Kecamatan Leuwisari

8. Kampung Pamaenan, Desa Ancol, Kecamatan Cineam

9. Kampung Galonggong, Desa Cilangkap, Kecamatan Manonjaya

Langkah ini muncul dua hari setelah audiensi antara Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Ormas ARK1LYZ Indonesia dengan Satpol-PP Tasikmalaya. Pertemuan yang digelar Kamis (18/12/2025) itu turut menghadirkan perwakilan DPUTRLH, DPMPTSPK, camat setempat, serta mendapat pengawalan dari Polres Tasikmalaya. Audiensi merupakan tindak lanjut atas laporan pengaduan (LAPDU) yang dilayangkan ARK1LYZ pada 9 Desember 2025, terkait dugaan pembangunan menara BTS di tengah permukiman tanpa izin resmi.

Ketua Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kabupaten Tasikmalaya, Chandra F. Simatupang menegaskan, sikap kritisnya. Ia menuntut agar Pemkab tidak membiarkan menara yang sudah disegel kembali beroperasi sebelum seluruh izin resmi diterbitkan.

“Jika Pemkab membiarkan pembangunan yang belum berizin tetap berjalan, kami akan menuntut keterbukaan. Kami ingin tahu dasar hukum apa yang dipakai untuk membiarkan pelanggaran terang-terangan ini,” tegas Chandra.

PWRI menilai, sikap ambigu pemerintah bisa menjadi preseden buruk dan membuka ruang bagi praktik serupa di masa depan. Transparansi dianggap sebagai kunci untuk menjaga kepercayaan publik terhadap integritas pemerintah daerah.

Kasus ini menyingkap problem klasik tata kelola perizinan di daerah. Di satu sisi, kebutuhan infrastruktur telekomunikasi mendesak demi pemerataan akses internet. Namun di sisi lain, pembangunan tanpa izin menimbulkan risiko serius yang diantaranya:

Sosial: Warga resah karena pembangunan dilakukan tanpa sosialisasi, menimbulkan ketidakpastian hukum dan rasa tidak aman.

Ekonomi: Daerah berpotensi kehilangan kontribusi pajak dan retribusi. Investor yang taat aturan bisa kehilangan minat, menciptakan iklim usaha tidak sehat.

Politik: Dugaan pembiaran atau permainan kepentingan dapat menggerus kepercayaan publik terhadap pemerintah daerah.


Kasus BTS ilegal di Tasikmalaya bukan sekadar soal izin administratif, melainkan ujian akuntabilitas pemerintah daerah. Apabila pembangunan ilegal dibiarkan, publik akan menilai Pemkab Tasikmalaya gagal menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum.

Kini, publik menunggu: apakah pemerintah daerah akan berdiri tegak di atas hukum, atau justru membiarkan pelanggaran menjadi kebiasaan baru?

Yusrizal 
Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)