*TASIKMALAYA, MA* – Dunia pendidikan kembali diterpa sorotan tajam. Tatang Mirdad, Kepala Sekolah sebuah SD Negeri di Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, diduga mengeluarkan pernyataan yang menghina profesi wartawan. Ia disebut menyebut salah satu jurnalis berinisial YR dengan istilah “cucuk” — kata bernuansa kasar yang bermakna duri atau pengganggu.
Dugaan itu mencuat setelah sejumlah rekan jurnalis menyampaikan keberatannya, menyebut ucapan tersebut telah mencederai kehormatan profesi kewartawanan yang dilindungi Undang-Undang Pers.
> “Ini bukan soal kritik terhadap media, tapi etika seorang pejabat publik. Ucapan itu tidak pantas keluar dari mulut seorang kepala sekolah,” ujar salah satu pengurus DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya, Jumat (20/6/2025).
*Klarifikasi K3S: Antara Etika dan Pembelaan Personal*
Ketua Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Sukaratu, H. Ombi Romli, membenarkan bahwa dirinya menerima laporan terkait insiden tersebut. Ia mengatakan, jika benar ucapan itu dilontarkan, maka tindakan itu jelas tidak etis. Namun ia menekankan perlunya melihat konteks emosional saat ucapan tersebut muncul.
> “Kalau betul ada kata ‘cucuk’, tentu tidak patut. Tapi kita perlu lihat dulu apakah itu dalam kondisi emosional atau tidak stabil,” ujar Ombi saat dikonfirmasi.
Ia juga menyebut bahwa Tatang Mirdad telah membantah menyebut kata tersebut saat diklarifikasi secara pribadi. Namun Ombi mengaku tidak bisa memastikan kebenaran pernyataan itu karena tidak menyaksikan langsung kejadiannya.
Uniknya, dalam penjelasannya, Ombi lebih banyak menguraikan hubungan personalnya dengan Tatang — dari masa kuliah di Universitas Siliwangi hingga proses mutasi Tatang ke SDN Kikisik, yang menurutnya dipicu persoalan rumah tangga, bukan pelanggaran kedinasan.
*Netralitas Dipertanyakan*
Sikap Ombi yang terlihat lunak dan penuh pembelaan terhadap rekan sejawatnya justru menimbulkan pertanyaan baru: mengapa Ketua K3S tidak mengambil posisi yang lebih netral dan tegas dalam menyikapi dugaan pelanggaran etika yang menyeret nama institusi pendidikan?
> “Seorang kepala sekolah adalah figur teladan. Jika etika komunikasinya merendahkan profesi lain, bagaimana bisa ia mendidik anak-anak dengan nilai saling menghormati?” tegas pengurus DPC PWRI lainnya.
*Pendidikan dan Media Bukan Musuh*
Dalam iklim demokrasi yang sehat, media bukanlah musuh lembaga pendidikan. Media adalah mitra sosial yang mengawal transparansi, akuntabilitas, dan integritas publik — termasuk di sektor pendidikan.
Jika tudingan terhadap Tatang Mirdad terbukti benar, maka sekadar klarifikasi tak cukup. Diperlukan sikap tegas dari otoritas pendidikan, baik dari dinas terkait maupun K3S, demi menjaga marwah lembaga pendidikan dan hubungan harmonis dengan pers.
> “Kami, awak media, akan terus mengawal kasus ini hingga jelas. Jurnalis bukan untuk dihina, dan dunia pendidikan bukan tempat untuk oknum yang abai terhadap etika publik,” pungkas pengurus DPC PWRI.
Yusrizal