TASIKMALAYA MA - Pelaksanaan program ketahanan pangan di Desa Serang, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, kembali menjadi sorotan publik. Beberapa warga mempertanyakan transparansi dan pengelolaan anggaran yang bersumber dari Dana Desa, terutama terkait pengadaan ayam petelur tahun 2025 dan program pengembangbiakan sapi tahun 2023.
Salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan bahwa program ayam petelur senilai ±200 juta diduga kuat dikelola secara langsung oleh Kepala Desa dan keluarganya, tanpa melibatkan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) secara aktif.
Ia menyebut kandang ayam yang digunakan disewa dari Kepala Desa, pengelolaannya dilakukan oleh adik ipar, dan penjualan telur dilakukan oleh istri Kepala Desa. Sementara itu, pada program sapi, lima ekor sapi yang sedianya diserahkan kepada masing-masing kedusunan disebut-sebut justru dikumpulkan dan dikelola di kediaman Kepala Desa tanpa kejelasan pelaporan.
Menanggapi berbagai tudingan tersebut, Kepala Desa Serang, Asep Dudung, memberikan klarifikasi terbuka. Ia menjelaskan bahwa pelaksanaan program ketahanan pangan, baik ayam petelur maupun sapi, telah melalui proses musyawarah desa dan melibatkan seluruh unsur kelembagaan desa seperti RT, RW, BPD, dan pengurus BUMDes.
Terkait program ayam petelur, Asep membenarkan bahwa kandang yang digunakan merupakan milik pribadinya dan disewa oleh BUMDes berdasarkan hasil keputusan rapat desa.
“Usulan sewa kandang muncul setelah kami konsultasi dengan pendamping desa. Karena program ini berbentuk penyertaan modal, tidak diperbolehkan membangun kandang baru dari anggaran tersebut. Biaya pembangunan kandang untuk 1.100 ekor ayam tidak akan cukup dengan dana Rp100 juta,” jelas Asep saat dikonfirmasi, Senin (29/7/2025).
Asep juga menegaskan bahwa tidak ada regulasi yang melarang pemanfaatan kandang pribadi selama dilakukan secara transparan dan melalui sistem sewa resmi. Biaya sewa ditetapkan sebesar Rp1.500 per ekor per tahun, dan semua transaksi serta laporan keuangan dicatat secara administratif dan disampaikan kepada pengurus BUMDes dan BPD.
Ia mengungkapkan bahwa saat ini sekitar 30 persen ayam sudah mulai bertelur. Penjualan telur menghasilkan pendapatan antara Rp1,2 juta hingga Rp1,5 juta per minggu, yang digunakan untuk menutupi biaya pakan mingguan yang mencapai Rp5,5 juta hingga Rp6,5 juta.
Asep tak menampik bahwa program sempat dikelola oleh adik iparnya yang memiliki keahlian di bidang peternakan. Namun, setelah yang bersangkutan mengalami musibah, pengelolaan sementara oleh istrinya untuk memastikan kegiatan dan pelaporan tetap berjalan. Ia menyebut semua hal tersebut telah dibahas bersama BPD dan dilaksanakan secara terbuka.
“Semua aktivitas dilaporkan secara rutin ke BUMDes, dari admin hingga sekretaris di libatkan Bahkan kegiatan ini juga kami sosialisasikan dalam forum-forum resmi desa, termasuk pengajian dan rakor desa,” tambahnya.
Asep menyebut program ini merupakan bagian dari dukungan terhadap program Menuju Badan Gizi Nasional (MBG) dan telah disosialisasikan melalui berbagai forum resmi desa.
Terkait pelaksanaan program ketahanan pangan tahun 2023 berupa bantuan lima ekor sapi, Asep menjelaskan bahwa distribusi awal memang dilakukan ke masing-masing kedusunan. Namun, menurutnya, banyak warga mengeluh karena harus membangun kandang sendiri. Padahal sebelumnya telah dilakukan sosialisasi dan pelatihan bersama dinas terkait.
Karena keterbatasan kemampuan warga dalam hal pemeliharaan dan biaya pakan yang mencapai Rp200 ribu per hari, Asep mengaku mengambil alih sementara pengelolaan sapi-sapi tersebut di kandangnya, dengan pertimbangan efektivitas.
“Saya sudah biasa beternak sapi. Masyarakat juga menyetujui agar sementara waktu dipusatkan di kandang saya. Dari lima sapi program, satu mati dan itu sudah saya laporkan ke BPD,” terangnya.
Ia juga membantah tuduhan bahwa ada sapi bantuan yang dijual.
“Sapi saya pribadi di kandang itu ada sembilan ekor. Yang lima ekor dari program. Yang dijual itu jelas milik saya pribadi, bukan bantuan,” tegasnya.
Asep mengusulkan bahwa ke depan, program semacam ini sebaiknya dilakukan dengan sistem pemeliharaan jangka pendek, maksimal lima bulan menjelang Idul Adha, agar beban biaya operasional tidak terlalu besar.
Desa Serang, menurut Asep, merupakan salah satu desa yang mendapat penghargaan dari Kementerian Desa atas keberhasilan pengelolaan BUMDes. Dalam dua periode terakhir, BUMDes Desa Serang dinilai aktif dan tertib dalam pelaporan keuangan dan operasional.
“Kami terbuka terhadap masukan dan siap dievaluasi. Yang penting asas manfaatnya tetap ada untuk masyarakat,” tutup Asep.
Sampai berita ini di terbitkan , ketua BPD saat di konfirmasi sedang sakit dan belum memberikan keterangan dan Ketua Bumdes belum berhasil terkonfirmasi.
Yusrizal