TASIKMALAYA MA - Pernyataan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang menyebut tidak lagi membutuhkan kerja sama dengan media massa menuai kritik tajam dari berbagai kalangan, termasuk dari Ketua DPC Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Kabupaten Tasikmalaya, Chandra Foetra S.
Dalam pidatonya di Universitas Pakuan Bogor yang diunggah ke kanal YouTube UNPAK TV pada 24 Juni 2025, Gubernur Dedi menyatakan bahwa media sosial pribadi sudah cukup untuk menyampaikan informasi publik, sehingga kerja sama dengan media konvensional dianggap tidak lagi relevan. “Ceritakan apapun, tidak usah lagi ada kerja sama media. Efisien,” ujar Dedi dalam pidatonya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya menilai pernyataan itu sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat publik dan berpotensi bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. “Pernyataan seperti itu bisa dianggap sebagai bentuk pengingkaran terhadap fungsi pers sebagai pilar demokrasi dan alat kontrol sosial,” ungkap Chandra.
Ia menegaskan bahwa pejabat publik memiliki kewajiban moral dan konstitusional untuk menjamin kemerdekaan pers, bukan justru menegasikan perannya. “Jika pejabat mulai menutup akses terhadap media, maka yang dipertaruhkan adalah transparansi dan akuntabilitas pemerintahan,” tambahnya.
Ketua PWRI Kabupaten Tasikmalaya juga mengingatkan bahwa media sosial tidak dapat menggantikan fungsi verifikasi, kritik, dan jembatan aspirasi rakyat yang dijalankan oleh pers profesional. Komunikasi satu arah melalui akun pribadi berisiko menciptakan ruang gema (echo chamber) yang memperkuat narasi tunggal dan melemahkan partisipasi publik.
Chandra mendesak agar Gubernur Dedi Mulyadi segera meluruskan pernyataannya dan membuka ruang dialog dengan komunitas pers demi menjaga iklim demokrasi yang sehat di Jawa Barat.
Yusrizal