Bandung, MA- Pemerintah pusat bersama Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan pemerintah kabupaten/kota memperkuat sinergi percepatan pelaksanaan Program Makan Bergizi Gratis (MBG) melalui Rapat Koordinasi Penyelenggaraan MBG Provinsi Jawa Barat, di Gedung Sate Bandung, rabu (17/12/2025).
Rakor membahas sosialisasi Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Program MBG, percepatan sertifikasi Laik Hygiene Sanitasi (SLHS) pada Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), serta penguatan peran pemerintah daerah dalam implementasi MBG di lapangan.
Rapat dipimpin langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan RI, Zulkifli Hasan, dan dihadiri Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi, Wakil Menteri Dalam Negeri Arya Bima, Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), perwakilan kementerian/lembaga, TNI-Polri, serta para bupati dan wali kota se-Jawa Barat.
Menko Pangan Zulkifli Hasan menyampaikan, Program MBG merupakan tindak lanjut Rakortas tingkat menteri 3 Desember 2025 dan telah resmi menjadi program strategis nasional sejak ditetapkan Presiden pada 17 November 2025.
“Target nasionalnya membangun lebih dari 30 ribu SPPG dengan 82,9 juta penerima manfaat di 38 provinsi,” ujarnya.
Hingga 16 Desember 2025, capaian MBG telah menjangkau 17.764 SPPG dengan lebih dari 50 juta penerima manfaat. Ia menegaskan, sesuai Perpres 115/2025, BGN menjadi pelaksana utama, dengan dukungan 29 kementerian/lembaga serta peran strategis pemerintah daerah.
Menurutnya, MBG bukan sekadar program sosial, melainkan penggerak besar ekonomi rakyat. “Satu menu saja bisa memengaruhi harga nasional. Kalau telur dimakan 80 juta orang dalam satu hari, harga telur bisa langsung naik. Karena itu tata kelola pasokan harus dikendalikan bersama,” katanya.
Zulkifli Hasan menekankan pentingnya keterlibatan Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, UMKM, petani, nelayan, dan peternak lokal sebagai pemasok bahan pangan MBG.
“Ini konsep close loop economy. Yang bergerak bukan hanya industri besar, tapi warung, petani, nelayan, peternak kecil. Presiden ingin ekonomi tumbuh 8 persen, itu hanya bisa dicapai kalau ekonomi rakyat bergerak,” tegasnya.
Ia juga menyebut MBG sebagai “revolusi peradaban”, karena menyentuh aspek gizi, kebersihan, keamanan pangan, hingga kualitas sumber daya manusia jangka panjang.
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan pentingnya keberanian seluruh jajaran pemerintah untuk melakukan koreksi di lapangan demi penyempurnaan program.
“Lebih baik kita yang menyampaikan kekurangan untuk diperbaiki, daripada orang lain yang membesarkan kelemahannya,” ujar Dedi.
Ia menilai MBG berpotensi menjadi pengungkit ekonomi daerah di tengah keterbatasan fiskal, terutama dengan menghubungkan belanja negara dengan produksi pangan rakyat kecil.
“Petani, peternak, nelayan, bahkan warga di kaki gunung harus menjadi bagian dari rantai pasok. Ayam, telur, ikan, sayur bisa diproduksi di sekitar rumah dan dibeli oleh dapur MBG. Uang berputar di desa,” katanya.
Bupati Sumedang H. Dony Ahmad Munir menyatakan komitmen kuat Pemkab Sumedang dalam mengakselerasi MBG, baik dari sisi dapur, penerima manfaat, maupun pasokan lokal.
“Saat ini Sumedang memiliki 114 dapur dengan 220 ribu penerima manfaat atau sekitar 61 persen. Kami sudah mengusulkan tambahan dapur, dan insyaallah Februari mendatang bisa 100 persen terpenuhi,” ujarnya.
Ia juga melaporkan percepatan sertifikasi SLHS, di mana dari 86 dapur, 47 telah bersertifikat, dan sisanya terus dikawal bersama tim kesehatan.
Tak hanya itu, Pemkab Sumedang mengembangkan dashboard transparansi MBG, yang menampilkan menu harian, nilai gizi, hingga dokumentasi makanan yang bisa diakses publik.
“Transparansi penting agar kualitas, keamanan, dan ketepatan menu terjaga. Orang tua dan masyarakat bisa ikut mengawasi,” tegasnya.
( Edy ms).