Cahaya Baru di Tanjungkerta: Kisah Harapan dari Seorang Camat Bergelar Doktor

Agus Sulanto
0

SUMEDANG, MA. 21 Agustus 2025,  Pagi itu, halaman kantor Kecamatan Tanjungkerta tampak berbeda. Bendera merah putih berkibar lebih gagah, kursi-kursi berjejer rapi, dan wajah-wajah warga penuh senyum menyambut pemimpin baru mereka. Ada rasa bangga yang sulit disembunyikan: untuk pertama kalinya, kecamatan kecil di lereng Sumedang ini dipimpin seorang camat bergelar doktor. Namanya, Indra Wahyudinata.
Bagi sebagian warga, nama Indra bukan sekadar sosok baru yang datang dengan jas rapi. Ia dianggap membawa secercah cahaya—cahaya yang diharap mampu menuntun Tanjungkerta keluar dari bayang-bayang keterbatasan.
Dari Ruang Belajar ke Ruang Kepemimpinan
Sebelum tiba di kursi camat, Indra lebih dulu menorehkan jejak di dunia pendidikan. Sebagai Kepala Bidang Sarana dan Prasarana Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, ia dikenal sebagai birokrat yang tenang namun gesit bekerja. Sekolah-sekolah yang dulu rapuh, perlahan berbenah. Ruang belajar yang sempit, kini berdiri lebih layak.
Keberhasilannya tak hanya diukur dari bangunan yang berdiri, tetapi dari caranya menakhodai pekerjaan: tanpa konflik besar, tanpa kegaduhan. “Beliau itu orangnya adem, tapi hasil kerjanya nyata,” ujar seorang guru di wilayah Tanjungkerta, seakan mengingat kembali sepak terjang Indra.
Harapan yang Menyala di Desa
Bagi masyarakat Tanjungkerta, kedatangan Indra ibarat hujan pertama yang menyentuh tanah kering. Warga menaruh asa besar, berharap kepiawaiannya dalam membangun sekolah bisa ditularkan untuk membangun desa-desa mereka.
“Semoga jalan-jalan kampung lebih baik, anak-anak kami bisa sekolah lebih dekat, dan ekonomi warga bisa maju,” kata Asep, seorang petani di Tanjungkerta. Ucapan sederhana itu mencerminkan harapan banyak orang—bahwa kehadiran pemimpin baru bukan hanya soal jabatan, tapi soal kehidupan sehari-hari yang lebih manusiawi.
Amanah dan Tekad
Indra sendiri tak menampik bahwa amanah ini berat. “Saya masih harus banyak belajar. Menjadi camat berarti harus mendengar semua suara, dari petani, pedagang, guru, hingga anak muda,” ujarnya. Baginya, jabatan ini bukan mahkota, melainkan obor yang harus terus dijaga apinya.
Ia bertekad bekerja dengan hati, memastikan harapan warga tidak sekadar menggantung di langit. “Yang saya inginkan, masyarakat Tanjungkerta bisa merasakan kehadiran pemerintah dalam kehidupan mereka sehari-hari,” tambahnya.
Menumbuhkan Pohon Harapan
Kini, Tanjungkerta seolah sedang menanam benih baru. Warga percaya, dengan tangan dingin Indra, benih itu bisa tumbuh menjadi pohon rindang yang menaungi mereka. Pohon yang akar-akarnya menancap kuat di tanah sosial, ekonomi, agama, dan budaya, sementara dahannya memberi teduh kesejahteraan bagi semua.
Perjalanan tentu masih panjang, tapi setidaknya, sebuah cahaya sudah menyala di Tanjungkerta. Cahaya yang lahir dari seorang camat bergelar doktor, yang datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk berjalan bersama rakyatnya.

( Edy ms).
Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)