Diduga Langgar Etik, DKPP Gelar Sidang Pemeriksaan KPU Kabupaten Tasikmalaya.

Agus Sulanto
0

BANDUNG MA – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menggelar sidang pemeriksaan Perkara Nomor 151-PKE-DKPP/V/2025 pada Jumat (8/8/2025) pukul 09.00 WIB di Kantor Bawaslu Provinsi Jawa Barat. Sidang terbuka untuk umum ini menjadi sorotan publik karena menyentuh langsung integritas penyelenggara pemilu di tingkat daerah.

Perkara diajukan oleh Dadan Jaenudin selaku pengadu, dengan pihak teradu Ketua KPU Kabupaten Tasikmalaya Ami Imron Tamami serta empat anggotanya: Ade Abdulah Sidiq, Cecep Hamzah Pansuri, Intan Paramitha Sutiswa, dan Yugastiana Ainulyaqin.

Pengadu menuding para teradu melanggar prinsip profesionalitas, kepastian hukum, dan keadilan. Dugaan pelanggaran bermula dari keputusan meloloskan salah satu calon Bupati Tasikmalaya pada Pilkada 2024, meski dinilai tidak memenuhi syarat pencalonan.

Sekretaris DKPP David Yama menegaskan seluruh pihak telah dipanggil sesuai prosedur, minimal lima hari sebelum sidang. Agenda pemeriksaan meliputi keterangan pengadu, teradu, saksi, dan pihak terkait semuanya diuji secara terbuka di hadapan publik.

Kasus ini dinilai rawan meruntuhkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi jika pelanggaran etik terbukti.

“Sidang ini adalah ujian serius bagi integritas KPU Tasikmalaya. Jika terbukti, sanksi tegas harus dijatuhkan demi menjaga marwah penyelenggara pemilu,” tegas Sandi, pemerhati pemilu yang hadir memantau jalannya persidangan.

DKPP mengingatkan, jabatan penyelenggara pemilu bukan sekadar posisi administratif, melainkan amanah besar yang menuntut kejujuran, netralitas, dan keberpihakan penuh pada demokrasi yang bersih.

Usai sidang, Dadan Jaenudin menyampaikan kekecewaannya kepada awak media. “Saya belum puas dengan sidang etik tadi, karena sejumlah pertanyaan yang saya ajukan kepada pihak teradu tidak dijawab secara pasti. Salah satunya, saya menanyakan siapa yang seharusnya bertanggung jawab atas terjadinya PSU di Kabupaten Tasikmalaya. Namun hingga sidang berakhir, jawaban yang saya harapkan belum saya peroleh,” ujarnya.

Dadan menegaskan, perkara ini bukan sekadar sengketa administratif, tetapi menyangkut keadilan dan kepastian hukum bagi masyarakat.

“Ini bukan hanya soal saya atau pihak yang dirugikan, tetapi soal tegaknya aturan dan keadilan bagi seluruh rakyat Tasikmalaya. Kalau penyelenggara pemilu saja bisa mengabaikan ketentuan hukum, apa yang bisa kita harapkan dari proses demokrasi kita?”

Ia pun berjanji akan terus mengawal kasus ini hingga ada keputusan final yang memenuhi rasa keadilan. “Saya akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas, karena kebenaran tidak boleh dikalahkan oleh kepentingan. Integritas penyelenggara pemilu adalah harga mati demi menjaga kepercayaan rakyat.” Tutup Dadan.

Perselisihan ini berakar pada perbedaan tafsir perhitungan kelayakan pasangan calon kepala daerah, dengan mengacu pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 132, radiogram, Keputusan Menteri Dalam Negeri (MoHA), serta catatan pelantikan.

Isu krusial: penentuan titik awal “dua periode” masa jabatan apakah dimulai dari Radiogram, Pelantikan resmi, atau Keputusan MoHA (dikeluarkan 5 September). Perbedaan titik awal ini memengaruhi durasi jabatan:

± 2 tahun 3 bulan jika dihitung dari pelantikan (sesuai PKPU 80E Pasal 19)
± 2 tahun 6 bulan jika dihitung dari Keputusan MoHA
Durasi lebih panjang lagi jika dihitung dari radiogram

Mengacu pada awal fungsional (radiogram/MoHA) berpotensi bertentangan dengan PKPU, sementara mengacu pada pelantikan berpotensi mengabaikan Putusan MK 132.

Belum ada kesepakatan final. Pilihan titik acuan akan menentukan apakah pasangan calon melewati batas dua periode atau tidak dan pada akhirnya memengaruhi kelayakan pencalonan dan Langkah selanjutnya yang akan ditempuh adalah:

Tim hukum akan menyusun nota perbandingan antara PKPU 80E Pasal 19 dan Putusan MK 132.
Sekretariat akan mengumpulkan seluruh dokumen pendukung, termasuk radiogram, Keputusan MoHA, catatan pelantikan, serta salinan resmi Putusan MK 132.
Tim analis kasus akan membuat garis waktu masa jabatan untuk setiap skenario perhitungan, guna memetakan dampak hukum dari masing-masing acuan.

Kasus ini kembali menyeret DKPP pada pertanyaan mendasar, hukum mana yang harus menjadi pegangan tertinggi, dan sejauh mana penyelenggara pemilu mampu menjaga integritas di hadapan publik.

Sampai berita ini Tayang, pihak KPU belum terkonfirmasi.

Yusrizal 
Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)