Dari Tasikmalaya Untuk Indonesia, Advokasi Etik Pemilu Yang Menyalakan Lentera Demokrasi

Agus Sulanto
0

JAKARTA MA - Dalam iklim demokrasi yang terus berkembang, penegakan etika dan disiplin dalam penyelenggaraan pemilu menjadi fondasi penting bagi kepercayaan publik. Dua advokat senior, Topan Prabowo, S.H., dan Ali Bachtiar, S.H., M.H., selaku kuasa hukum Pengadu, menyampaikan sikap bijak dan konstruktif atas putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait dugaan pelanggaran etik dan disiplin oleh Bawaslu dan KPU Kabupaten Tasikmalaya dalam Pilkada 2024, Sabtu (27/9/2025).

Putusan DKPP yang dimaksud, yakni Nomor 160-PKE-DKPP/VI/2025 dan Nomor 151-PKE-DKPP/V/2025, dibacakan pada Senin, 22 September 2025. Dalam pernyataan resmi, kedua advokat menegaskan bahwa proses penegakan etik bukan hanya soal sanksi, tetapi merupakan bagian dari upaya menjaga marwah demokrasi dan supremasi hukum di Indonesia.

“Setiap keputusan DKPP adalah refleksi dari mekanisme kontrol yang harus dihormati. Kami menerima putusan ini sebagai bagian dari komitmen kami terhadap profesionalisme dan integritas dalam penyelenggaraan pemilu,” ujar Topan Prabowo, S.H., yang dikenal aktif dalam advokasi kepemiluan dan reformasi hukum pemilu saat dikonfirmasi oleh tim newsline.id, Sabtu (27/9/2025).

Ali Bachtiar, S.H., M.H., menambahkan bahwa putusan tersebut harus menjadi titik tolak evaluasi menyeluruh. “Ini bukan akhir dari proses, melainkan awal dari pembelajaran. Kita harus menjadikan ini sebagai momentum untuk memperbaiki sistem, memperkuat transparansi, dan membangun akuntabilitas dalam setiap tahapan pemilu,” ungkapnya.

Pro Bono: Advokasi Tanpa Pamrih untuk Demokrasi yang Bermartabat
Dalam lanskap hukum yang kerap diwarnai kepentingan komersial, langkah Topan Prabowo dan Ali Bachtiar menempuh jalur pengaduan ke DKPP secara Pro Bono menjadi sorotan tersendiri. Pendampingan hukum cuma-cuma ini dilakukan atas dasar kepedulian terhadap masyarakat Kabupaten Tasikmalaya yang merasa hak-haknya terabaikan dalam proses Pilkada 2024.

“Tidak ada motif finansial dalam perkara ini. Kami hadir karena ada panggilan moral untuk memastikan bahwa proses demokrasi berjalan sesuai koridor hukum dan etika,” tegas Topan Prabowo.

Ali Bachtiar menekankan bahwa advokasi Pro Bono merupakan bentuk pengabdian nyata terhadap masyarakat. “Ketika masyarakat merasa ada ketidakadilan, mereka harus tahu bahwa hukum bisa menjadi alat perlindungan. Kami ingin membuka akses itu, agar demokrasi tidak hanya menjadi milik elite, tetapi juga milik rakyat,” ujarnya.

Langkah hukum yang mereka tempuh tidak hanya menjadi preseden penting dalam penegakan etik pemilu, tetapi juga memperkuat peran advokat sebagai penjaga keadilan dan pelindung hak-hak konstitusional warga negara. Keduanya berharap bahwa proses ini dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam mengawasi jalannya pemilu, serta memperkuat kepercayaan publik terhadap lembaga penyelenggara pemilu.

Menjaga Integritas Pemilu: Tanggung Jawab Bersama
Dalam konteks yang lebih luas, respons bijak dari kuasa hukum Pengadu ini mencerminkan pentingnya sinergi antara masyarakat sipil, aparat hukum, dan lembaga penyelenggara pemilu dalam menjaga integritas demokrasi. Penegakan etika bukan hanya tugas DKPP, tetapi tanggung jawab kolektif seluruh elemen bangsa.

“Demokrasi yang sehat hanya bisa terwujud jika semua pihak berani bersikap kritis, namun tetap menjunjung tinggi hukum dan etika,” tutup Ali Bachtiar.

Dengan semangat pengabdian dan komitmen terhadap keadilan, langkah Topan Prabowo dan Ali Bachtiar menjadi inspirasi bagi profesi hukum dan masyarakat luas dalam membangun demokrasi yang bermartabat dan berkeadilan.

Yusrizal 
Tags

Posting Komentar

0Komentar

Posting Komentar (0)